Sabtu, 28 April 2012

KEGAGALAN 2 TAHUN PEMERINTAHAN SBY-BUDIONO

“untuk kalian sang penyelamat republik”

Sudah dua tahun lamanya rezim berjalan, tidak ada secuil harapanpun yang mengilhami  harapan cerah perjalanan bangsa selama periode ini. Dari mulai korupsi yang tak pernah kunjung selesai, bahkan dapat dikatakan kurva kejahatan yang dilakukan elit politik meningkat tajam. Sisa akhir kepemimpinan rezim SBY –BUDI bukannya diisi oleh prestasi-prestasi yang gemilang, malahan menjadi dagelan ketoprak tanpa hasil sedikitpun. Puluhan kasus korupsi telah terkubur jauh hilang gaungnya, century gate, BLBI, penyelewengan pajak gayus tambunan, Nazaruddin, merupakan kasus tidak lumrah yang terjadi dalam durasi tidak lama. Komplotan maling uang negara  tersebut telah mengakibatkan kerugian yang tidak sedikit, dan anehnya pemerintah tidak memiliki political will secara serius. Dari data tahun 2011 mencatat tidak lebih ada 17 gubernur (dari 33 propinsi) dan 138 bupati (dari 497 kabupaten) yang menjadi tersangka korupsi. Belum lagi BPK menemukan ada indikasi korupsi dana di 41 kementerian lembaga yang jumlahnya trilyunan. Ini sangat tidak sinkron dengan janji agenda pemberantasan korupsi pada saat awal pemerintahannya. Mari kita tengok kembali apa janji awal rezim ini.
SBY-BUDIONO
Pasangan SBY-Boediono telah merancang 5 Strategi Pokok sebagai berikut:
1. Melanjutkan Pembangunan Ekonomi Indonesia untuk mencapai Kesejahteraan bagi seluruh Rakyat Indonesia.
2. Melanjutkan upaya menciptakan Good Government dan Good Corporate Governance.
3. Demokratisasi Pembangunan dengan memberikan ruang yang cukup untuk partisipasi dan kreativitas segenap komponen Bangsa.
4. Melanjutkan penegakan hukum tanpa pandang bulu dan memberantas korupsi.
5. Belajar dari pengalaman yang lalu dan dari negara-negara lain, maka Pembangunan Masyarakat Indonesia adalah pembangunan yang inklusif bagi segenap komponen bangsa.
Bagaimana realitanya????
1. Janji pembangunan ekonomi SBY
Pembangunan ekonomi bangsa Indonesia adalah upaya pemerataan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan iklim perekonomian yang kondusif dan berorientasi pada nilai-nilai keadilan sosial. Bangsa indonesia telah mencatat secara gamblang bagaimana grandesign kebijakan perekonomian yang cocok dan relevan dalam kondisi masayarakat yang kebhinekaan. Bung hatta menjelaskan secara singkat arti pentingnya pembangunan pondasi bangsa melalui demokrasi ekonomi. Beliau tidak ragu mengatakan “demokrasi politik saja tidak dapat melaksanakan persamaan dan persaudaraan. Di sebelah demokrasi politik harus pula berlaku demokrasi ekonomi. Kalau tidak, manusia belum merdeka, persamaan dan persaudaraan belum ada. Sebab itu cita- cita demokrasi Indonesia ialah demokrasi sosial, melingkupi seluruh lingkungan hidup yang menentukan nasib manusia. Jelaslah sudah pendiri bangsa ini bergumam.
Adalah sebuah negara yang bersembunyi dibalik gelar  welfare state secara radikal menindas bangunan- bangunan ekonomi masyarakat kecil. Bagaimana tidak, kebijakan ekonomi yang secara telanjang mendeklarasikan dirinya berpaham neoliberal, membajak habis sendi-sendi perekonomian yang berbasis mikro. Pasar modern, hyper market, mega market, pencabutan subsidi adalah sampel kecil agenda- kebijakan yang cenderung pro kepada pemodal besar. Tidak hanya itu, penguasaan alat-alt produksi serta kekayaan sumber daya alam dinegara kita oleh asing menjadi bukti paradigma pembangunan ekonomi yang tidak pro rakyat. Beberapa peraturan perundang- undangan yang melatarbelakangi peristiwa perampokan kakayaan alam pun tidak mendapat perhatian serius, seperti UU NO 19 tahun 2003 tentang BUMN, UU no 22 tahun 2001 tentang migas, UU No 20 tahun 2002 tentang ketenagalistrikan, UU No 25 tahun 2007, adalah serangkaian produk politik yang masih membayangi perampokan legal tersebut. Tidak bisa dibayangkan, bagaimana nasib republik ini ke depan.

2. janji good government dan good corporate government
Good government merupakan agenda reformasi birokrasi di Indonesia. Pemerintahan sebagai publik service menjunjung tinggi asas transparansi, kepastian hukum dan akuntabilitas. Di Indonesia, hingga memasuki tahun kesembilan sejak reformasi digulirkan, perbaikan birokrasi pemerintah belum memperlihatkan tanda- tanda kemajuan yang berarti. Hal ini tercermin dari masih tingginya penyalahgunaan kewenangan dalam bentuk korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), tidak efisiennya organisasi pemerintahan di pusat dan daerah, rendahnya kualitas pelayanan publik, dan lemahnya fungsi lembaga pengawasan sehingga banyak kelemahan birokrasi yang belum menampakkan tanda-tanda dilakukannya perbaikan. Dalam segala aspek yang berhubungan dengan pemerintahan, reformasi birokrasi menjadi isu yang sangat kuat untuk direalisasikan.
Terlebih lagi, birokrasi pemerintah Indonesia telah memberikan sumbangsih yang sangat besar terhadap kondisi keterpurukan bangsa Indonesia dalam krisis multidimensi yang berkepanjangan. Birokrasi yang telah dibangun oleh pemerintah sebelum era reformasi telah membangun budaya birokrasi yang kental dengan (KKN). Akan tetapi, pemerintahan pascareformasi pun tidak menjamin keberlangsungan reformasi birokrasi terealisasi dengan baik. Kurangnya komitmen pemerintah pascareformasi terhadap reformasi birokrasi ini cenderung berbanding lurus dengan kurangnya komitmen pemerintah terhadap pemberantasan KKN yang sudah menjadi penyakit akut dalam birokrasi pemerintahan Indonesia selama ini. Sebagian masyarakat memberikan cap negatif terhadap komitmen pemerintah pascareformasi terhadap reformasi birokrasi. Ironisnya, sebagian masyarakat Indonesia saat ini, justru merindukan pemerintahan Orde Baru yang dianggap dapat memberikan kemapanan kepada masyarakat, walaupun hanya kemapanan yang bersifat semu.
Pascareformasi, belum pula terlihat peran birokrasi yang profesional, yang
mampu menciptakan kondisi yang kondusif dan mendukung terpenuhinya kebutuhan masyarakat agar masyarakat mampu melakukan kegiatan lainnya secara mandiri. Salah satu penyebab ketidakprofesionalan tersebut adalah adanya ketidakseimbangan antara kewenangan, hak, serta tanggung jawab. Ketidakseimbangan ini pada akhirnya mengakibatkan kecenderungan yang tinggi di kalangan pegawai pemerintah untuk menyalahgunakan kewenangan dan bersikap apatis atau tidak termotivasi dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Oleh karena itu, berbagai upaya yang serius dan tegas diperlukan untuk memperbaiki birokrasi negara ini. Upaya tersebut sangat perlu dilakukan agar birokrasi mampu keluar dari problematika KKN yang kian pelik dalam semua tingkatan pemerintahan, pada hampir semua lini lembaga, dan pada hampir semua aktivitas.
Undang-undang nomor 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok kepegawaian merupakan sebuah ukuran sejarah mandegnya monoloyalitas pada Golkar dimana Indonesia mengalami program besar yang dinamakan reformasi birokrasi. Pasca lengsernya soeharto dari kepemimpinannya, usaha-usaha pembersihan birokrasi dari praktik-praktik korupsi dilakukan. Namun apakah rezim SBY –BUDI telah berhasil malakukan agenda reformasi birokrasi saat ini???
Hasil survei Political and Economic Risk Consultancy menunjukkan bahwa kualitas birokrasi di Indonesia termasuk yang terburuk bersama Vietnam dan India. Gambaran ini juga sedikit banyak menyiratkan betapa agenda reformasi birokrasi tidak pernah secara serius menjadi prioritas utama dari pemerintah. Dampak dari sikap itu tercermin dari ketidakmampuan Indonesia untuk keluar dari krisis yang mendera, dan Indonesia bahkan menjadi negara yang paling lambat, bahkan hingga saat ini belum mampu, keluar dari keterpurukan. Hasil serupa juga ditunjukkan The World Competitiveness Yearbook yang dikeluarkan oleh Institute for Management Development (IMD) yang menggolongkan indeks kompetitif birokrasi Indonesia di kelompok terendah sebelum India dan Vietnam

3. Janji Demokratisasi Pembangunan dengan memberikan ruang yang cukup untuk partisipasi dan kreativitas segenap komponen Bangsa.

Prinsip-prinsip demokrasi seperti kebebasan berkumpul dan berserikat, kebebasan berpendapat, kebebasan berkeyakinan, bebas dari diskriminasi, hak memilih dan dipilih, partisipasi masyarakat, pengawasan pada pemerintah, peran partai politik dan peran peradilan yang independen hanya akan berjalan tatkala kita semua bersedia untuk adil pada masyarakat warga, bukan hanya masyarakat politik.
Lihat kasus pembantaian ahmadiyah cikeusik, bom temanggung, bom solo, adalh serangkaian pembiaran yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah tidak melakukan upaya preventif guna melindungi kenyamanan dan keamanan warganya. Sikap pasif yang diambil oleh pemerintah merupakan gambaran riil tentang fenomena pelucutan demokrasi.

Partai politik adalah salah satu instrumen demokrasi yang akan turut berkompetisi dalam pemilu. Demikian pula warga negara di luar partai politik, sebagai simpatisan atau bahkan yang tidak terlibat partai sama sekali adalah elemen lain dari demokrasi yang bertugas memberikan pengawasan pada politisi dan partai politik yang kemudian menjadi unsur dalam birokrasi negara. Oleh karena itu, peran pengawasan pemerintah oleh masyarakat sangat diperlukan.

Sebagai negara yang sedang belajar demokrasi,  menjadi sangat penting- yakni untuk membuka ruang publik berupa kebebasan untuk mengekspresikan kehendak masyarakat secara penuh dalam setiap moment-momen yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun secara gamblang dibawah rezim sby- budi, demokrasi masih jauh dari batas- batas ideal. Pemilu 2009 saja terjadi banyak kasus-kasus yang secara implisit meluluh lantahkan prosedur demokrasi, dari mulai money politik yang dilakukan oleh parpol,  sampai kecurangan yang melibatkan lembaga penyelenggra sekelas KPU yang mulai terkuak boroknya sekarang.

4. Wajah buram penegakkan hukum di negara hukum. 

UUD 1945 Pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum. Sebuah cita- cita bangsa yang besar dan wajib kita junjung tinggi sebagi kewajiban moral. Penagakkan hukum merupakan unsur penting dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersih. Pemerintahan sby budi, ketika mencanangkan pemberantasan mafia hukum sebagai Program Pilihan setelah pemerintahan SBY dilantik pada 20 Oktober 2009 adalah sebuah janji moral dari pemangku utama republic ini.

Dalam upayanya untuk memberantas praktek mafia hukum, selain mengandalkan lembaga yang telah ada seperti kepolisian dan kejaksaan, pemerintah juga mendirikan lembaga atau tim ad hoc lain seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Tim Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Timtastipikor), serta Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum (satgas PHM). Lembaga atau tim baru dibentuk karena melihat ketidakmaksimalan lembaga-lembaga yang telah ada sebelumnya dalam memberantas praktek mafia hukum

Sementara itu, praktek kekinian, penegakan hukum di Indonesia malah semakin amburadul, hal juga menjadi bukti kegagalan rezim SBY-Boediono, dimana masih terdapat banyak kasus-kasus hukum, seperti kasus Bank Century, BLBI, Koupsi wisma atlet, korupsi banggar yang tidak selesai akibat adanya ketimpangan hukum dan ketidakadilan.
Bagaimana hukum menciptakan keadilan, jika equality before the law tidak dijunjung tinggi??bagaimana hukum akan efektif jika penegak hukum juga melanggar hukum (suap jaksa, suap hakim, transaksi peradilan)


Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Jawa Tengah menyatakan:

Menuntut mundur SBY-BUDIONO
Dari Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia

Karena sudah waktunya kita menghentikan dagelan para elit yang selama ini telah memberikan kesengsaraan dan penderitaan pada rakyat se antero republic ini.

 sumbe:  modul aksi IMM Kota Semarand

Tidak ada komentar:

Posting Komentar